KAPUAS – Keberadaan situs budaya Dayak yang berada di kawasan desa Mandomai Kecamatan Kapuas Barat Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah yang berupa peninggalan sejarah masyarakat adat Dayak Zaman dahulu berupa Tambak (Kuburan), Kaleka, Betang (Rumah Adat) Pantar dan Sandung di kawasan anak sungai Mandomai, dibantah oleh pihak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT Wira Usahatama Lestari (PT. WUL).
Hal tersebut disampaikan oleh pihak perusahan PT WUL melalui surat resmi kepada Damang Kecamatan Kapuas Barat di Mandomai, bulan Januari 2024, yang ditanda tangani Manager PT WUL, Johan H. W.
Dalam surat tersebut, pihak PT WUL menyatakan dengan tegas tidak ada merusak sandung ataupun Tambak dalam pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit seperti yang dimaksud oleh pihak ahli waris Keluarga besar Jahanis.
Pihak PT WUL berkesimpulan tidak ada pengrusakan seperti yang telah di surati dan dituduhkan oleh salah satu perwakilan ahli waris, yaitu saudara Muliadi, S. Pd. Managemen direksi PT WUL mengambil kesimpulan bahwa tidak adanya pengrusakan dilokasi lahan yang saat itu telah digusur, hal itu berdasarkan hasil Tim Kedamangan Kapuas Barat beserta tim adat dan dihadiri oleh pihak Polsek dan Koramil Kapuas Barat, turun ke lokasi.
Ditambahkan juga dalam surat itu, lahan tersebut sudah diganti rugi oleh pihak PT WUL sesuai peraturan pemerintah dan sebelum adanya penggusuran tidak ada tanda – tanda adanya Tambak ataupun sandung di tempat itu.
Apa yang disampaikan oleh pihak PT WUL melalui surat yang ditunjukkan ke pada pihak Kedatangan Adat Kecamatan Kapuas Barat, bertolak belakang dari fakta dan kenyataan yang sebenarnya. Media ini bersama sejumlah masyarakat ahli waris Tambak berada di lokasi lahan yang baru saja digusur oleh alat berat PT WUL. Saat itu juga ada sejumlah pihak aparat polsek Kapuas Barat dan manager Humas PT WUL.
Di Lokasi lahan yang baru saja dibuka oleh alat berat pihak PT WUL, banyak ditemukan berupa bekas menandakan bahwa memang di areal tersebut bekas adanya hunian dan ada berupa kuburan/makam yang sudah lama. Itu terlihat pecahan – pecahan peralatan, berupa piring malawen, piring sesaji, manik – manik dan bekas bangunan berupa sandung, papan yang berukirkan burung antang dan lainnya.
Rama, Manager Humas PT WUL menerangkan saat itu bahwa membenarkan bahwa pihak nya tidak sengaja dan tidak melihat adanya kuburan atau kaleka di lahan tersebut, dan berjanji akan memfasilitasi dengan pihak pimpinan perusahaan.
“Saya akan menyampaikan masalah ini nanti ke Pimpinan perusahaan agar segera disikapi, diharapkan kepada warga masyarakat bersabar, ” Kata Rama saat itu, tanggal 30 Agustus 2023 tahun lalu.
Selain itu, ahli waris keturunan langsung Tambak almarhum Jahanis, Bayah Sukar dengan tegas akan menuntut secara adat dayak kepada PT WUL yang telah merusak makam leluhurnya, untuk bertanggung jawab.
Bayah, perempuan paruh Bayah ini menaburkan beras hitam, yang merupakan salah satu ritual adat dayak, disekitar areal Tambak yang telah digusur serta ditutup oleh galian alat berat Exavator PT WUL.
Saat ini memang tidak secara kasat mata tidak terlihat bahwa disitu ada bekas areal pemakaman masyarakat adat Dayak zaman dahulu kala.
“Perbuatan ini sangat melecehkan adat budaya para leluhur kami orang Dayak, sepantasnya akan mendapatkan karma dari Datu Hiang kami yang telah digusur makamnya, ” ucap Bayah saat itu sembari mengumpulkan bekas piring piringan zaman dahulu yang sudah pecah di lokasi lahan digusur.
Sementara itu, Media ini berupaya mengkonfirmasi kepihak Kedamangan Kapuas Barat saat itu, di kediamannya desa Mandomai. Kepada media ini, Damang Kapuas Barat menilai apa yang telah dilakukan oleh pihak PT WUL sudah melanggar aturan Adat Dayak Kalteng.
Ditegaskannya, pihaknya akan mengambil tindakan tegas berupa sanksi adat yang berat, apabila terbukti telah mengusur atau menghilangkan makam – makam para leluhur masyarakat khususnya desa Mandomai.
“Kedamangan Kapuas Barat akan segera mengambil sikap dan akan memberikan sanksi adat sesuai aturan hukum adat Dayak, ” Kata Yansen, Damang Kapuas Barat di kediamannya beberapa waktu lalu (14/08/23).
Yansen yang merupakan salah satu tokoh di wilayah desa Mandomai, sangat mengetahui keberadaan wilayah yang saat ini disengketakan oleh masyarakat dengan pihak perusahaan PT WUL.
Diceritakannya bahwa disitu dulu merupakan pemukiman masyarakat yang berasal dari desa Mandomai. Untuk menghindari pada masa itu zaman ‘Kayau’ antar suku Dayak, maka sejumlah masyarakat menghindar/mengunsi kedalam hutan dengan menyusuri anak sungai. Maka ditentukan yang saat ini tempat pemukiman masyarakat, sehingga zaman dahulu di areal tersebut banyak juga sejarahnya, sehingga ada juga dibangun berupa Huma Betang dan sejumlah makam tokoh – tokoh Dayak saat itu.
“Disitu sebenarnya ada berupa banguna huma betang, namun saat ini saya tidak tahu, namun untuk membuktikan masih ada sisa – sisa tiang di lahan itu, walaupun saat ini sudah ada ditanami pohon kelapa sawit, ” Ungkap Yansen menipali keterangannya saat itu.
Dilain pihak, Muliadi, S. Pd selaku salah satu perwakilan ahli waris, sangat menyayangkan kepada pihak PT WUL melalui surat yang telah disampaikan kepada pihak Kedamangan Kapuas Barat.
Menurutnya, pihak PT WUL dengan mudah menyatakan bahwa dilokasi tersebut tidak ada ditemukan bahwa adanya makam – makam leluhur masyarakat adat Dayak. Pada saat itu, jelas terlihat banyaknya ditemukan benda – benda sejarah untuk membuktikannya.
“Kami apresiasi atas surat dari pihak PT WUL, namun kami akan lakukan upaya banding ke pihak DAD Kalteng melalui Kedamangan Setempat, untuk segera melakukan acara ‘Basarah Hai’, agar masalah ini segera dituntaskan, jangan sampai masuk angin, ” sebut Muliadi, S. Pd menyampaikan.
Muliadi menegaskan, agar pihak PT WUL bisa menghargai adat istiadat masyarakat adat Dayak, jangan semena – mena melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan cara tidak mengakui kesalahan dan menghilangkan kearifan lokal masyarakat Adat Dayak.
Harapan agar pihak terkait, baik itu Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah bisa mengambil alih masalah ini, agar jangan jadi bomerang dikemudian hari. (IG/*)