Mengenang Kasus Pembunuhan Jessica Kumala Wongso Terhadap Wayan Mirna Salihin

Berita Hukum74 views

Minahasa, MHN – Masi ingatkah peristiwa pembunuhan 5 tahun silam, Jessica Kumala Wongso terhadap Wayan Mirna Salihin yang sempat firal dengan sebutan “Kopi Mirna”

Pengacara senior Prof Dr O.C. Kaligis, SH, MH, LLM saat ditemui awak media hukum nasional (MHN) di Pengadilan Negeri (PN) Tondano menguraikan kronologis proses hukum terkait peristiwa tersebut.

1. Putusan judex facti Pengadilan Negeri (PN) yang memvonis Jessica 20 tahun penjara dikuatkan oleh Mahkamah Agung (MA). Ketika Yudex Yuris di MA menguatkan
putusan PN, Hakim Binsar Gultom sebagai
salah seorang hakim yang memutus, memberi komentar sebagai berikut: Bangga bahwa putusannya dikuatkan oleh MA. Bahkan Hakim Binsar Gultom memberi nasihat kepada Jessica untuk mengakui saja perbuatannya. “Saya sebagai praktisi, merasa aneh mengapa ada seorang hakim mengomentari sendiri putusannya, Saya membela perkara di seluruh dunia, tak pernah mendengar seorang hakim mengomentari putusannya apalagi memberi nasihat kepada terdakwa yang diputusnya sendiri.
2. Sebagai praktisi yang juga punya pengalanman praktik pernah membela kasus-kasus pembunuhan, saya menyaksikan sidang Jessica yang ditayangkan luas di media televisi Indonesia. Ini beberapa catatan saya ;
a. Tak seorang pelayan cafe yang menyaksikan Jessica menuangkan sianida ke cangkir kopi Mirna.
b. Bukan Jessica yang datang lebih dahulu yang menentukan dimana meja yang akan didudukinya. Meja nomor 54 adalah meja satu satunya yang tertinggal, karena café Oliver penuh pengunjung.
C. Dari pemeriksaan tas Jessica, tidak didapatkan jejak bukti sianida, semuanya hanya obat-obat yang dikonsumsi sendiri oleh Jessica, (Reka ulang CCTV oleh kompas TV tidak terlihat Jessica memasukkan sianida ke cangkir Mirna).
3.Mirna meninggal pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 18.30, satu jam setelah minum es kopi Vietnam. Pra Rekonstruksi gelar perkara penyidik baru dilakukan tanggal 11 Januari 2016, Rekonstruksi terjadi tanggal 7 Februari 2016. Jessica menolak. Pada hari kejadian tanggal 6 Januari 2016, tidak dilakukan police line di meja 54. Tidak jelas siapa yang membawa cangkir Mirna ke dapur, siapa yang mencuci cangkir tersebut.
4. Cairan sianida 0,2 mililiter dari jumlah 1 liter diperoleh penyidik dari Rumah Sakit Abdi Waluyo, bukan melalui otopsi. Cairan sianida bukan dari hasil penyitaan barang
bukti di tempat kejadian tertanggal 6 Januari 2016. Tindakan pro justitia yang dilakukan polisi setelah Mirna meninggal. Laporan polisi dilakukan oleh ayah Mirna,
setelah meja 54 dibersihkan oleh pelayan kafe Oliver. Penyidikan baru dimulai minimal sesudah tanggal 6 Januari 2016.
5. Pendapat ahli Prof. Beng Beng Ong dari Australia “Kematian Mirna mungkin bukan karena Sianida yang cairannya hanya 0,2 ml dari jumlah 1 liter. Dilakukan 70 menit setelah Mirna meninggal bukan melalui otopsi. Ahli forensik Budiawan pun meragukan kematian Mirna akibat sianida yang jumlahnya hanya 0,2 ml per liter. Guru
Besar Sosiologi Bambang Widodo Umar pun menyimpulkan tidak adanya bukti pembunuhan yang dilakukan Jessica.
Tanggapan Prof. Mudzakir mengenai bukti CCTV, sebagai bukti sekunder. Prof Mudzakir berpendapat bahwa CCTV
bukan bukti primer, karenanya CCTV bukan barang bukti. Apalagi kalau dihubungkan dengan reka ulang yang dilakukan oleh Kompas TV, dan kesaksian beberapa saksi
mengenai kronologis kejadian yang saling bertentangan.
6. Jessica divonis tanpa barang bukti. Hakim pun mengakui bahwa pertimbangan yang dipakai hakim PN berdasarkan bukti petunjuk. Dihubungkan dengan bukti-bukti tersebut di atas, bukti pelayan Cafe Oliver sebagai saksi yang melihat, bukti CCTV, bukti pemeriksaan tas Jessica, Keterangan
ahli dari Australia dan ahli dari Indonesia. Mereka semua mendukung Jessica sebagai bukan pelaku pembunuhan.
7. Termasuk konsistensi keterangan Jessica, sumpah Jessica, maka sesuai dengan beberapa berita Medsos, kasus pembunuhan Jessica, kurang alat bukti. Dapat dimengerti, mengapa berkas perkara
pembunuhan Jessica, 5 kali bolak balik dari jaksa ke polisi.
8. Mungkin pleidooi Jessica sendiri yang dengan tegas bersumpah bahwa bukan dia yang melakukan pembunuhan, tentu hanya Jessica sendiri yang mengerti kebenaran sumpah tersebut dan Tuhan yang Maha tahu, yang membenarkan sumpah tersebut.
Sampai mati pun Jessica tidak akan mengakui pembunuhan yang dituduhkan kepadanya, Pembunuhan yang tidak pernah dilakukannya sesuai Pasal 184 KUHAP keterangan, sumpah Jessica pun termasuk bukti yang harus dipertimbangkan hakim yang mengadili perkara pembunuhan tersebut.
9. Ketika saya melanjutkan studi di Jerman Barat, pernah di waktu senggang, saya bekerja di cafe. Biasanya sebagai pelayan cafe, kopi baru saya suguhkan bila pengunjung yang menunggu tamunya, lengkap, duduk bersama, baru saya sebagai pelayan melakukan tugas saya menuang kopi mereka. Kesaksian pelayan café Oliver yang kemudian dipersidangan “kata” nya melihat warna kopi yang agak berbeda, patut dipertanyakan. Mengapa pada saat itu ketika melihat warna kopi yang agak berbeda saksi pelayan tidak mempertanyakan kelainan tersebut? Bukankah pelayan terbiasa melihat mana kopi yang biaşa mana kopi yang mencurigakan?
10. Di fakta persidangan yang saya lihat melalui tayangan TV yang datang duluan ke cafe Oliver adalah Jessica, Kemudian Mirna dan Hani datang bersama, menyusul Jessica.
11. Tidak jelas kelihatan melalui rekaman TV, pelayan cafe siapa yang menuang kopi ke meja yang mereka layani. Yang pasti melalui rekaman CCTV, sama sekali tidak terlihat
Jessica menuang Sianida. Itu sebabnya putusan hakim bukan berdasar saksi yang melihat Jessica sedang menuangkan sianida ke cangkir yang diminum oleh
Mirna, tetapi hanya berdasarkan petunjuk yang dihubung-hubungkan. Anehnya
kesaksian dan pendapat ahli yang mendukung Jessica sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim pemutus, Padahal Pasal 185(1) KUHAP mengatur bahwa bukti adalah apa yang terungkap
di persidangan.
12. Tak seorang pelayan kedai kopi Oliver pun yang melihat dengan mata kepala sendiri, Jessica dari tasnya mengeluarkan bubuk sianida atau melihat gerakan
mencurigakan Jessica ketika tangannya merogoh sesuatu.
13. Adalah Hani dan Jessica yang melihat peristiwa serentak menjelang kematian Mirna, akibat sianida tersebut dari dalam tasnya. Rekaman CCTV pun tidak memperlihatkan reaksi wajah Hani dan Jessica setelah Mirna meminum isi gelasnya. Karena itu semua pelayan cafe, memberi keterangan di bawah sumpah di pemeriksaan di PN bahwa mereka sama sekali tidak melihat Jessica menuangkan
sesuatu ke cangkir Mirna.
14. Pertanyaan selanjutnya, Apakah pelayan yang pada saat itu tidak tahu sama sekali, bahwa Mirna keracunan sianida
tidak lantas membersihkan mejanya, membawa cangkir untuk dicuci? Kebiasaan pelayanan usaha cafe adalah bila cangkir dibawa ke dapur, cangkir-cangkir langsung dicuci. Jadi apakah cangkir yang telah dicuci tersebut yang kemudian dijadikan barang bukti adalah bahwa benar cangkir itu yang diminum oleh Mirna?.
15. Lalu sidik jari siapa yang ada dalam cangkir tersebut, yang membawa cangkir tersebut ke dapur? Atau apakah setelah peristiwa tersebut, cangkir yang diminum Mirna, tetap berada di meja menunggu polisi datang untuk memberi batas garis kuning (Police Line), lalu segera melakukan penyitaan tersebut.
16. Tak ada satupun barang bukti yang relevan, yang membuktikan bahwa saksi melihat Jessica menuangkan serbuk sianida ke kopi Mirna, setelah pelayan kopi menuangkan kopi tersebut ke cangkir Mirna.
17. Mengenai kapan cangkir yang diminum Mirna atau siapa yang membawa cangkir tersebut ke dapur, pelayan siapa di dapur yang mencuci cangkir tersebut? pasti saksi tidak lagi mengetahui yang mana cangkir Mirna. Semua bukti itu tidak terungkap dengan jelas di pengadilan.
18. Itu sebabnya majelis hakim sekali lagi hanya memutus berdasar petunjuk, bukan berdasar saksi yang melihat, bahkan eks Hakim PN Jakarta Pusat Binsar Gultom
membernarkan bahwa tidak ada seorang saksi pun yang melihat Jessica memasukkan sianida ke cangkir kopi Mirna. Putusannya didasarkan pada petunjuk dan
keyakinan hakim. Hakim Binsar memberi acungan jempol kepada Hakim Agung PK yang membenarkan putusannya. Biasanya sangat tidak etis Hakim yang memutus ikut bahkan Hakim ikut-ikutan mengomentari putusannya. Binsar mengajak Jessica untuk bertobat dan mengakui perbuatannya. Mungkin Hakim Binsar tidak mengetahui
bahwa di dunia peradilan terjadi banyak kekeliruan putusan. Kasus Sengkon dan Karta pernah diputusin kracht secara keliru. Di dunia peradilan banyak putusan-putusan yang keliru, bahkan setelah terpidananye
dieksekusi hukuman mati.
19. Jaksa Antasari pun yang pernah diputus sebagai pembunuh, pasti sampai mati, disumpah dengan cara apapun, akan tetap mengakui, bukan dia pelaku pembunuhan.
Terlibat pun sebagai pelaku serta, sama sekali tidak diakuinya. Karena Antasari sama sekali tidak tahu menahu mengenai pembunuhan tersebut, bahkan saudara korban berpihak kepada Antasari, sebagai
tersangka yang seharusnya dibebaskan, tidak disidik sejak semula sebagai tersangka pembunuh. Semua ahli hukum praktIk termasuk saya akan berpendapat yang sama. AntasarI seharusnya diputus bebas murni.
20. Fakta bahwa tidak ada seorang saksi pun yang melihat Jessica menuangkan sianida ke cangkir Mirna, dibenarkan oleh Kompas TV, ketika Kompas TV mereka ulang
tayangan CCTV. Bukti CCTV tersebut tidak membuktikan Jessica menuangkan sianida ke cangkir Mirna.
21. Pendapat Ahli Sosiologi Bambang Widodo Umar: “Kasus pembunuhan Jessica, tidak didukung oleh bukti primer.
Jessica divonis hanya berdasarkan bukti yang dikait-kaitkan, bertentangan dengan bukti primer yang diperoleh di persidangan Jessica.” Pendapat yang sama diterangkan
di bawah sumpah oleh ahli Prof. Mudzakir. Ahli menolak bukti CCTV yang hanya adalah bukti sekunder. Bahkan ahli memberi pendapat bahwa CCTV bukan bukti.
22. Lalu bagaimana ketika sampel cairan kopi sianida yang disita oleh penyidik sebagai barang bukti? Apa pasal
129 dan 130 KUHAP dipenuhi? Intinya barang bukti itu diperlihatkan kepada Jessica, dijelaskan dari siapa barang
bukti itu disita, disaksikan oleh dua orang yang hadir diwaktu barang bukti itu disita, kemudian ditandatangani oleh Jessica?
23. Dalam pemeriksaan saksi pun, terdapat perbedaan keterangan saksi mengenai kronologis kejadian. Itu kata Medsos yang meliput persidangan.
24. Bahkan banyak pihak termasuk beberapa Medsos membuat berita bahwa tidak ada bukti konkret yang bisa membuktikan keterlibatan Jessica.
25. Kronologis pemeriksaan terhadap terdakwa Jessica. Baru setelah beberapa kali pemeriksaan, akhirnya Jessica
ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016, mengikuti gencarnya pemberitaan media terhadap dirinya. Jessica sendiri mengakui bahwa pemeriksaan terhadap dirinya dilakukan dengan penuh intrik, baik oleh penyidik, maupun oleh orang-orang yang opininya berhasil dibingkai untuk mencap diri Jessica sebagai pembunuh. Rekayasa dan penggiringan publik opini dikomandoi sendiri oleh ayah Mirna. Terhadap persangkaan pembunuhan tersebut azas praduga tak bersalah, tidak berlaku pada diri Jessica.
26. Biasanya bila terdakwa diperiksa, latar belakang kehidupan Jessica harus ditelusuri. Latar belakang kehidupannya
bersih, tidak pernah terlibat kejahatan atau pelanggaran, tidak pernah bertengkar dengan Mirna.
27. Ahli ekspresi Nunki Suwardi ikut-ikutan menghukum Jessica. Kalaupun pendapat ahli ekspressi tersebut hendak
dipertimbangkan sebagai bukti petunjuk, bukan mutlak kebenarannya. Mungkin saja 5 ahli ekspresi wajah, punya pendapat yang berbeda-beda.
28. Apalagi sejak semula penyidikan sampai ke pemeriksaan pengadilan, Ayah Mirna sangat mengeksploiter media, dengan berita-berita tendensius, hampir semua jurnalis, hanyut untuk turut menghukum Jessica, selagi Jessica masih dalam pemeriksaan di persidangan.
29. Sekali lagi, azas praduga tak bersalah tidak berlaku bagi tersangka Jessica. Beda dengan kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan yang didukung wartawan, ICW, LSM, sehingga Jaksa Agung pun mengabaikan putusan pengadilan untuk mengadili Novel Baswedan.
30. Contoh-contoh peradilan sesat, khusus mengenai kasus-kasus pembunuhan;
a. Tersangka pembunuhan yang menimpa Archie Wiliiams, yang bebas dan tidak terbukti membunuh, setelah ditahan selama 37 tahun di Pengadilan Louisiana, Amerika. Archie Williams bebas melalui usaha LSM bernama “Innocent Project” Proyek tak bersalah. Melalui teknik DNA, terbukti bahwa Archie Wiliams bukan pelaku pembunuhan.
b. Nasib bebas yang sama dialami oleh Kenneth Waters di Pengadilan Ayer, Massachusetts, Amerika. Juga bebas melalui pemeriksaan DNA.
C. Kasus vonis hukuman mati yang dikenal dengan “Scottboro Boys” terjadi di Alabama sepanjang tahun 1930-an. Sembilan remaja kulit hitam berusia di bawah 19 tahun dituduh memperkosa dua orang wanita kulit putih di atas kereta. Suatu peradilan yang kini dipandang sebagai lembaran hitam peradilan. Kesembilan remaja tersebut dihukum mati. Sekalipun salah satu wanita kulit putih itu menarik pernyataannya bahwa ia telah diperkosa. Setelah menjalani
penjara selama 7 tahun, kasus mereka diperiksa kembali di tingkat banding. Mereka dibebaskan karena tidak terbukti. Akar dakwaan mereka sebetulnya adalah kerusuhan ras di Alabama ketika itu. Semua keputusan sesat di luar negeri adalah hasil
penelitian saya waktu membuat disertasi doktor saya. Anda dapat membacanya di halaman 230 sampai dengan 232 buku berjudul “Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana”, sekurang-kurangnya agar Hakim Binsar Gultom mempunyai pandangan yang agak luas mengenai peradilan sesat.
31. Contoh peradilan sesat di Indonesia. Kasus pembunuhan Sengkon dan Karta. Keputusan sesat terdakwa pembunuh David-Kemat yang saya bela, dan akhirnya
bebas. Kasus Fabianus Tibo dan kawan-kawan di Palu, diputus oleh PN Palu sebagai tersangka pelaku pembunuhan. Peradilannya penuh dengan intrik dan rekayasa. Kasus Tibo menjadi perhatian dunia. Pelaksanaan eksekusinya ditolak oleh Kapolda Sulawesi Tengah Bapak Oegroseno, karena dalam pemeriksaan
ulang terhadap beberapa saksi, bukan Tibo pelakunya. Sayangnya pemeriksaan tersebut tidak dilanjutkan untuk menutupi rekayasa peradilan Fabianus Tibo. Sebelum
dieksekusi mati, Fabianus Tibo, sebagai seorang Katolik, diberi kesempatan mengaku dosa di depan seorang Pastor
Katolik. Saya bertemu dengan Pastor dimana sebelum menghadap Tuhan, dalam kesempatan pengakuan dosa, Fabianus Tibo di depan Pastor tetap mengakui bahwa
dirinya sama sekali tidak melakukan pembunuhan. Saya sebagai Pengacara praktik yang banyak menangani perkara pidana, menyadari bahwa sebenarnya banyak keputusan sesat yang menimpa seseorang di pengadilan. Sayang kita belum punya Innocent Project-proyek korban peradilan sesat, sebagaimana yang ada di
Amerika Serikat.
32. Di Indonesia justru terkadang pembunuh dilindungi, contohnya kasus Novel Baswedan yang diduga membunuh salah seorang tersangka burung walet. Semua tahap-tahap penyidikan, penuntutan,
praperadilan telah dilalui. Bahkan putusan PN Bengkulu yang memerintahkan Jaksa Agung agar kasus dugaan penganiayaan dan pembunuhan Novel Baswedan disidangkan, diabaikan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung membangkang terhadap putusan pengadilan. Bahkan sebaliknya, Jaksa Agung terkesan melindungi Novel Baswedan. Novel Baswedan yang rajin mengkritik polisi, tempat Novel yang asalnya polisi, ketika menyidik terbukti adalah penyidik yang sangat otoriter,” urai Prof Dr. OC Kaligis, SH, MH, LLM.

Kaligis mengatakan uraian ini diperuntukkan bagi semua pengamat hukum yang cinta kebenaran dan keadilan.

“Uraian saya ini diperuntukkan bagi semua pengamat hukum yang cinta kebenaran dan keadilan, termasuk kepada semua teman-teman media yang peduli akan penegakan hukum yang berkeadilan,” kata Kaligis.
(Anky P)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *