Menanggapi kejadian pengambilan secara paksa jenasah pasien covid-19, Direktur RSD Liun Kendage Tahuna, dr. Handry Pasandaran, ME mengatakan bahwa di tahun ini kejadian yang sama telah terjadi 5 kali. Padahal untuk mengantisipasi terjadinya kejadian yang sama sudah dilakukan pembahasan dengan tim satuan tugas gugus covid-19 untuk menyiapkan tim keamanan yang standby 24 jam. Diakui oleh dr Handry bahwa memang masyarakat perlu diberikan sosasialisasi dan edukasi tentang pemakaman pasien covid. Peristiwa penolakan untuk dimakamkan dengan menggunakan prosedur covid karena latar belakang stigma terhadap pasien covid. Penilaian negatif masyarakat terhadap pasien yang ditetapkan covid dan keluarga yang terkait di dalamnya sering diisolir atau dijauhkan dari pergaulan sosial sehingga butuh dukungan semua pihak untuk mensosialisasikan dan !memberikan edukasi, lanutnya. dr Handry pun menjelaskan mengapa pemakaman pasien covid peru dilakukan dengan prosedur yang ditetapkan karena di tubuh pasien covid terdapat virus covid sehingga apabila tidak dimakamkan dengan prosedur covid akan menjadi media penularan. Opini masyarakat selama ini bahwa pasien covid harus dibuktikan dengan test PCR, namun perlu diketahuia bahwa aturan terbaru Kementerian Kesehatan bahwa fasilitas kesehatan yang berada di daerah kriteria B seperti RSD Liun Kendage Tahuna yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan PCR, maka hasil rapid antigen dijadikan dasar untuk penegakan diagnosa. Menurut Direktur RSD Liun Kendage Tahuna, setiap pasien yang datang ke RSD LIun Kendage Tahuna sudah di screaning dari pintu depan yaitu dipilah mana yang masuk kategori covid dan non covid dengan menggunakan rapid antigen. Ketika terkonfirmasi maka akan ditangani sebagai pasien covid sebagaimana diatur dalam pedoman dan petunjuk teknis dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan diperjelas dengan Surat Edaran Kementerian Kesehatan Tahun 2021 yang menyatakan bahwa rapid antigen pada daerah kriteria B dan C dapat diadikan dasar diagnosis. Demikian juga pada daerah PPKM level 3 dan 4 seperti Kab. Sangihe yang sudah masuk kategori level 3 tanpa menunggu hasil PCR, hasil rapid antigen dikategorikan sama dengan hasil PCR, JKab. Sangihe masuk dalam kategori B karena kriteria kategori B adalah daerah dengan prosedur pengiriman sampel kurang dari 24 jam tapi hasil didaptkan lebih dari 48 jam. Memperhatikan kriteria tersebut, maka hasil rapid antigen bisa digunakan untuk menetapkan seseorang terkonfirmasi atau tidak. Tetapi untuk lebih meyakinkan memang perlu dilakukan test PCR., jelas dr. Handry. Mencegah kejadian seperti ini terulang kembali, menurut Direktur RSD Liun Kendage Tahuna, pihaknya sudah memberi masukan dan pertimbangan dan diharapkan kerjasama dari semua pihak yang terkati yaitu Rumash Sakit, Dinas Kesehatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Sapol PP dan dukungan backup keamanan dari unsur TNI dan Polri. Harapannya SOP akan diperbaiki dan kedepannya menambah materi sosialisasi dan edukasi. Di tempat isolasi akan dipasang baliho dan pamflet tentang covid dan prosedur pemakanan covid. Tim RSD siap 24 jam untuk memberikan edukasi didampingi Satpol PP yang sudah lengkap APD dan backup kemanan TNI dan Polri. Di akhir penjelasannya, dr Handry juga menginformasikan bahwa saat ini Pemerintah Daerah Kab. Kepl. Sangihe melalui RSD Liun Kendage Tahuna melakukan pengadaan alat test PCR, kelengkapannya yaitu alat penunjangnya. “Test molekuler sudah siap, tinggal mengadakan bioseptic cabinet. Tenaga sudah siap dilatih di laboratorium UNSRAT dan apabila sudah ada , maka sudah bisa dioperasionalkan. Mudah-mudahan Agustus sudah jalan” demikian penjelasannya.
(Media Hukum Nasional Sangihe)